Drone Emprit: Disinformasi Jadi Ladang Industri Fenomena Global, Tak Hanya di Indonesia

JAKARTA, KOMPAS.com – Peneliti media sosial dari Drone Emprit Ismail Fahmi menyatakan, disinformasi atau informasi salah di Indonesia telah menjadi sebuah ladang industri.

“Jadi kalau dilihat di sini yang menarik di sini istilahnya industrialis disinformation. Jadi disinformasi itu sedang (jadi) industri, ini yang parah,” ujar Fahmi, dalam acara Pasukan Siber, Manipulasi Opini Publik dan Masa Depan Demokrasi di Indonesia yang digelar LP3ES, Senin (1/11/2021).

Fahmi menilai, ketika disinformasi menjadi sebuah pekerjaan, hal itu masih biasa saja.

Akan tetapi, ketika disinformasi dijadikan ladang industri, hal itu pun dapat dianggap parah di tengah demokrasi Indonesia.

“Ini merupakan fenomena global, bukan hanya di Indonesia,” kata dia.

Di samping itu, Fahmi juga menyoroti keberadaan cyber army atau pasukan siber. Dapatkan informasi, inspirasi dan insight di email kamu.

Daftarkan email Ia mencatat, terdapat 9 negara yang terdapat pasukan siber pada 2017, termasuk Indonesia. Setahun berikutnya, jumlah pasukan siber bertambah menjadi 8 negara.

“Jadi ada pasukan siber di sana, meningkat terus jumlahnya,” katanya. Adapun pasukan siber di Indonesia yang cukup familiar, salah satunya Muslim Cyber Army.

Diketahui, sejumlah pengelola akun Muslim Cyber Army telah diamankan pihak kepolisian.

Fahmi menilai, pasukan siber sebetulnya berposisi netral. Hanya saja, mereka bisa dipergunakan untuk tindakan positif atau pun negatif bergantung penggunanya.

“Sama dengan buzzer, aslinya itu netral bisa dipakai untuk politik, untuk menyampaikan yang positif-positif atau politik untuk menjatuhkan lawan dan menyampaikan disinformasi,” kata Fahmi.

Link: https://nasional.kompas.com/read/2021/11/01/19094461/drone-emprit-disinformasi-jadi-ladang-industri-fenomena-global-tak-hanya-di

Ahli Jelaskan Ciri Dua Jenis Buzzer: Influencer dan Bot

Jakarta, CNN Indonesia — Tim peneliti dari Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3SE) mengungkap ciri pendengung isu yang menyeruak di media sosial (buzzer), dari influencer hingga akun robot (bot).
Pendiri Drone Emprit dan Media Kernels Indonesia, Ismail Fahmi mengatakan buzzer yang berbentuk sosok populer di media sosial, influencer yang menjadi buzzer.

Ia menyebut buzzer dari influencer ada dua jenis, buzzer ekonomi atau buzzer ideologi

“Bahkan kadang-kadang karena buru-buru (unggah) salah copy paste, ada perintah ‘tolong diposting’ terkadang itu kebawa dipostingan,” ungkapnya.

Lebih lanjut ia mengatakan biasanya buzzer yang dibayar itu menghasilkan postingan yang seragam, karena sudah terorkestrasi oleh sejumlah pihak.

Kemudian, Ismail menjelaskan ada buzzer ideologi. Buzzer jenis itu merupakan orang yang senang sepakat dengan pendapat yang ada di dunia maya.

“Bisanya kalo kita lihat mereka lebih bebas ya, karena bisa posting apapun termasuk isu-isu yang sesuai kelompok mereka tadi,” tuturnya.

Lebih lanjut ia menjelaskan tipe akun di luar buzzer influencer. Ismail mengungkap ada akun otomatis yang dioperasikan dari komputer, ada akun yang dioperasikan manusia, ada pula akun yang dibuat oleh programmer.

“Misalnya pengen (buat) berapa akun gitu, sudah disiapin database nama, terus gambar-gambar, tinggal mau bikin berapa akun,” kata Ismail.

Namun akun-akun bot atau yang dioperasikan oleh sistem dijelaskan Ismail mudah terdeteksi oleh pengguna, yaitu dengan melihat linimasa pada akun.

“Saya lihat akun timelinenya dia monoton atau natural. Misalnya dia memposting pemerintah bagian tertentu daja, nah itu buzzer,” pungkas Ismail.

Di samping itu Associate Researcher LP3ES, Elsitra mengungkapkan hasil pengamatan akun bot yang kerap berseliweran di jagat Twitter.

Berdasarkan pengamatan digital etnografiyang dilakukan Elsitra, terdapat dua poin yang bisa dibeberkan. Pertama, akun bot memiliki strategi agar terlihat akun organik.

“Misalnya mereka menggunakan foto profil, nama asli dan segala macam (ciri akun organik),” ujar Elsitra saat diskusi Pasukan Siber, Manipulasi Opini Publik dan Masa Depan Demokrasi di Indonesia, Senin (1/11), di Jakarta.

Kedua, Elsitra mengatakan dalam temuannya akun bot kerap berinteraksi dengan orang lain. Seperti saling berbalas akun dengan para akun bot.

“Jadi ini yang disebut sebagai akun cyborg. Jadi mereka terlihat sebagai akun organik, bahkan mereka bisa mengamplifikasi banyak hastag dalam sekali waktu,” tuturnya.

Namun demikian Elsitra mengungkap bahwa untuk melakukan pemeliharaan akun bot agar tak dibekukan oleh penyedia platform, dinilai tak murah.

Hal itu disebutnya lantaran pihak pemilik akun bot harus melakukan verifikasi akun, sehingga akun bot ini hanya bertahan dalam periode sebentar.

Walhasil, ia mengatakan akun bot yang membangun narasi di media sosial, hanya bertahan pada beberapa isu saja, tidak digunakn dalam narasi kampanye isu lain.

Lebih lanjut ia juga mengungkap bahwa berbagai akun bot kerap tergabung dengan pendanaan pasukan siber.

Jadi, ada kalanya akun bot itu digunakan untuk memanipulasi survei di sosmed, lalu digunakan oleh buzzer untuk menambah followers.

“Padahal followersnya fake akun dari akun bot-bot itu,” tutup Elsitra.

(can/fjr)

Linki: https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20211101185320-192-715187/ahli-jelaskan-ciri-dua-jenis-buzzer-influencer-dan-bot.

Marak Tipu Kedok Call Center, BRI Upayakan Tutup Akun Medsos Palsu

Jakarta, CNN Indonesia — Bank Rakyat Indonesia (BRI) terus melakukan upaya penutupan akun-akun palsu di media sosial atas nama bank tersebut yang belakangan telah melakukan aksi penipuan pada nasabah.
“Terkait dengan adanya akun-akun sosial media yang mengatasnamakan BRI atau akun palsu BRI, BRI terus melakukan upaya penutupan akun-akun palsu tersebut,” kata Aestika Oryza Gunarto, Corporate Secretary BRI saat dihubungi oleh CNNIndonesia.com, Rabu (27/10).

Sebelumnya diketahui muncul banyak akun palsu Call Center bank di Twitter yang beraksi menipu dengan cara menjerat nasabah yang sedang membutuhkan bantuan. Salah satu akun palsu itu mengatasnamakan BRI.

Aestika mengatakan bahwa BRI juga terus mengedukasi dan menyosialisasikan akun resmi BRI di setiap materi komunikasi. BRI dikatakan hanya menggunakan saluran resmi dan seluruh akun resmi BRI telah terverifikasi.

Adapun akun-akun resmi BRI adalah sebagai berikut:

web: http://www.bri.co.id

IG: @bankbri_id

Twitter: bankbri_id

FB: Bank BRI

Youtube: Bank BRI

Lebih lanjut Aestika mengimbau nasabah lebih berhati-hati dan tidak sembarangan memberikan data pribadi kepada pihak lain.

“BRI senantiasa terus mengimbau nasabah agar lebih berhati-hati serta tidak menginformasikan kerahasiaan data pribadi dan data perbankan kepada orang lain atau pihak yang mengatasnamakan BRI, termasuk memberikan informasi data pribadi maupun data perbankan,” ujarnya.

Data yang seharusnya tidak dibagikan sembarangan adalah nomor rekening, nomor kartu, PIN, user dan password internet banking, OTP, dan sebagainya.

Sebelumnya analis media sosial sekaligus pendiri Drone Emprit, Ismail Fahmi, menjelaskan, orang yang sedang protes atau mengeluh dapat dijadikan peluang bagi penipu menawarkan ‘jasa’.

“Orang memiliki masalah membuka kesempatan bagi orang jahat atau penipu untuk masuk dan melancarkan aksinya,” kata Ismail dalam acara webinar tentang perlindungan data pribadi yang diselenggarakan oleh Kementerian Keuangan Republik Indonesia (Kemenkeu), pada Senin (25/10).

Ismail memberi contoh akun palsu yang mengatasnamakan LiveChat BRI. Saat akun ini menunggah sesuatu yang valid, sering kali akan ada nasabah yang membalas unggahan tersebut dengan keluhan yang ia alami dan meminta solusi.

Setelah terjadi komunikasi, akun palsu itu disebut akan menghubungi nasabah dan menawarkan solusi selayaknya akun asli. Bedanya, akun palsu ini akan mengarahkan nasabah untuk mengklik link yang akan terhubung langsung dengan kontak WhatsApp dari penipu.

“Ketika chat foto kontaknya dan namanya sudah BRI namun mereka menggunakan nomor HP biasa saja, tapi cara mereka ngomong atau telepon itu sudah persis dengan Call Center,” ujar Ismail.

Ketika ini lah para penipu akan meminta data pribadi yang rinci dari nasabah. Data ini dapat disalahgunakan oleh penipu dan merugikan pemiliknya.

(lnn/fea)

Link: https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20211028061845-185-713373/marak-tipu-kedok-call-center-bri-upayakan-tutup-akun-medsos-palsu.

Cara Belanda Lindungi Data Pribadi Warga, Fotokopi KTP Tak Berlaku

Jakarta, CNN Indonesia — Berbagai negara maju di Eropa memiliki beragam cara melindungi data pribadi milik warganya, salah satunya seperti yang terjadi di Belanda. Negeri kincir angin Belanda menggunakan sistem Singel Sign On (SSO).
Analis media sosial sekaligus pendiri Drone Emprit, Ismail Fahmi menyebut SSO merupakan solusi untuk melindungi data pribadi.

“Sebagai solusi ada namanya Singel Sign On, ini solusi besar, saya pernah di Belanda sepuluh tahun, lima sampai enam tahun pertama, Belanda belum punya ini, tapi belakangan mereka buat yang namanya ‘DigID’ jadi ini semacam Singel Sign On dengan digital ID,” kata Ismail dalam acara webinar tentang perlindungan data pribadi yang diselenggarakan oleh Kementerian Keuangan Republik Indonesia (Kemenkeu), Senin (25/10).

SSO sendiri adalah teknologi yang mengizinkan pengguna jaringan agar dapat mengakses sumber daya dalam jaringan hanya dengan menggunakan satu akun pengguna saja.

“Jadi sebetulnya sama dengan login kita di Google gitu, kita punya akun dan password, cuma dari situ kita bisa mengakses begitu banyak aplikasi karena semuanya menggunakan Google, terhubung ke Google,” imbuh Ismail.

SSO sendiri ini dikelola pemerintah. Dengan teknologi terintegrasi, setiap ada permintaan data seperti di sekolah atau BPJS tidak perlu lagi meminta fotocopy KTP, karena untuk mengakses semua itu cukup dengan menggunakan digital akses.

Sementara itu, di Belanda sistem DigID.nl dikerjakan oleh konsorsium (siemens dan Digidentity) di bawah kementerian luar negeri. Untuk cara kerjanya sendiri, warga Belanda sudah mendapat dienst atau service.

“Artinya ini bisa di layanan pajak, layanan BPJS dan apapun. Kemudian yang termasuk di swasta, mereka bisa menggunakan login dari DigID, tidak perlu lagi minta fotocopy KTP, sudah paperless,” ujar Ismail.

Warga hanya berurusan dengan DigID, kemudian pihak lain seperti penyedia layanan atau aplikasi yang membutuhkan data dari masyarakat tinggal mengontak DigID untuk mendapat layanan SSO.

“Jadi warga setiap kali mengakses layanan aplikasi, ia single sign on dulu kemudian diverifikasi valid atau tidak,” imbuh Ismail.

Selain Belanda terdapat beberapa negara lain yang menggunakan teknologi SSO di antaranya Belgia, dengan Itsme, Jerman dengan eID, Estonia dengan Mobilil-ID.

Di Indonesia sendiri, pernah ada teknologi SSO, yakni U.ID yang dikelola oleh Pandi. Hanya saja U.ID tidak berjalan karena pihak pengelola tidak memiliki otoritas.

“Yang mengelola adalah Pandi, Pandi itu semacam lembaga yang mengelola IP internet, dia tidak punya database kependudukan, dia tidak punya otoritas untuk menjalankan ini, jadi ini harus diterapkan oleh Kemendagri atau Dukcapil,” tutup Ismail.

(TTF/mik)

Link: https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20211027185246-185-713268/cara-belanda-lindungi-data-pribadi-warga-fotokopi-ktp-tak-berlaku.

Ahli Kritik eKTP Sering Difotocopy: Data Pribadi Rentan

Jakarta, CNN Indonesia — Ahli mengkritisi seringnya penggunaan fotokopi eKTP saat melakukan registrasi berbagai layanan swasta dan pemerintah yang dikhawatirkan menjadi celah kerentanan kebocoran data pribadi.
“Pengumpulan fotokopi KTP serta selfie dengan KTP yang berisi data pribadi umum dan spesifik sepertinya sudah menjadi budaya, diterima oleh masyarakat dan mayoritas tidak keberatan,” jelas analis media sosial sekaligus pendiri Drone Emprit, Ismail Fahmi dalam acara webinar tentang perlindungan data pribadi yang diselenggarakan oleh Kementerian Keuangan Republik Indonesia (Kemenkeu), Senin (25/10).

Padahal praktik ini dinilai berbahaya karena berisiko penyalahgunaan data jika terjadi kebocoran data akibat dokumen pribadi tercecer di mana-mana.

“Tidak jelas siapa yang bertanggung jawab. Kemudian jika server dihack, semua dokumen pribadi bisa dicopy, dan jika kebocoran sudah terjadi data bisa diperjual belikan secara terbuka,” tegasnya.

Menurut Ismail, pemilik data pribadi pun mesti benar-benar hati-hati. Misal, pemilik eKTP semestinya protes atau setidaknya tahu data pribadi dan foto wajah tengah dikumpulkan.

Negara mesti hadir
Selain itu, menurutnya negara pun perlu hadir dalam pelindingan data pribadi tersebut dengan menerapkan berbagai kebijakan.

Cara Agar Foto eKTP Tidak Disalahgunakan
Untuk jangka pendek, menurut Ismail pemerintah perlu perkuat kapasitas, kemampuan, keamanan, dan kecepatan sistem Dukcapil sehingga mampu melayani verifikasi data imbas dari semakin banyaknya mitra. Selain itu pemerintah juga mesti mendorong penggunaan API Dukcapil.

“Dorong penggunaan API Dukcapil untuk aplikasi di pemerintah, instansi, dan perusahaan baik di pusat maupun daerah yang membutuhkan verifikasi data kependudukan,” papar Ismail dalam presentasinya.

Kemudian, Ismail juga menyebut bahwa pemerintah perlu mensosialisasikan pentingnya pelindungan data pribadi, bahaya kebocoran data, dan berhenti memberlakukan penggunaan fotokopi KTP dan KK sebagai syarat berbagai keperluan warga seperti vaksinasi, mengurus BPJS dan lain-lain.

Tidak cukup sampai di situ, pemerintah juga perlu mewajibkan penyediaan call center untuk layanan pelanggan, bukan melalui halaman upload/email/WA yang mewajibkan warga mengirim foto/selfie KTP.

Sedangkan untuk jangka panjang, menurut Ismail pemerintah juga perlu menerapkan beberapa kebijakan sistem untuk keperluan verifikasi warga dalam berbagai aplikasi pemerintah.

“Bangun sistem SSO (single sign on) yang berbasis data Dukcapil, untuk keperluan verifikasi warga dalam berbagai aplikasi pemerintah, instansi, dan perusahaan baik di pusat maupun daerah yang diakses melalui internet,” kata Ismail.

Lebih lanjut, menurut Ismail, institusi yang paling tepat membuat layanan SSO ini adalah Kementerian Dalam Negeri yang mengelola database Dukcapil.

Selain itu pemerintah juga harus memfasilitasi warga yang tidak bisa mengakses internet, agar mereka bisa verifikasi melalui call center atau dengan datang langsung ke petugas layanan seperti kelurahan, bank dan sebagainya tanpa perlu membawa fotokopi dokumen identitas, karena sistem sudah terintegrasi dengan sistem Dukcapil.

(mrh/eks)

Link: https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20211027112701-185-712997/ahli-kritik-ektp-sering-difotocopy-data-pribadi-rentan.

Bahaya Aksi Akun CS Bank Palsu Jebak Nasabah di Twitter

Jakarta, CNN Indonesia — Akun Call Center (CS) bank palsu beraksi menipu di Twitter dengan cara menjerat nasabah yang sedang membutuhkan bantuan.
Hal tersebut diungkapkan oleh Analis media sosial sekaligus pendiri Drone Emprit, Ismail Fahmi dalam acara webinar tentang perlindungan data pribadi yang diselenggarakan oleh Kementerian Keuangan Republik Indonesia (Kemenkeu), Senin (25/10).

Ismail menyebut bahwa orang yang sedang protes terhadap keluhannya adalah kesempatan bagi penipu untuk menawarkan ‘jasa’.

“Orang memiliki masalah membuka kesempatan bagi orang jahat atau penipu untuk masuk dan melancarkan aksinya,” kata Ismail seperti dikutip dar webminar tersebut.

Para penipu ini menggunakan akun palsu yang dibuat sedemikian rupa sehingga mirip dengan akun resmi dari bank yang bersangkutan. Dari data yang Ismail paparkan, dari sekian banyak CS bank, yang paling besar menjadi target adalah halo BCA kemudian diikuti LiveChat BRI, Mandiri Care dan BNI LiveChat.

“Jadi mereka adalah akun-akun yang kalau dicek followers nya nol atau satu, dan baru dibuat, gambarnya seolah-olah gambar dari akun [resmi]nya sana,” imbuh Ismail.

Ismail memberikan contoh pada akun palsu yang mengatasnamakan LiveChat BRI. Saat akun dari bank BRI ini memposting sesuatu yang valid, sering kali akan ada nasabah yang membalas postingan tersebut dengan keluhan yang ia alami dan meminta solusi.

Pada saat ini, akun palsu itu akan menghubungi nasabah dan menawarkan solusi layaknya akun cs asli. Bedanya, akun palsu ini akan mengarahkan nasabah untuk mengklik link yang akan terhubung langsung dengan kontak WhatsApp dari penipu.

“Ketika chat foto kontaknya dan namanya sudah BRI namun mereka menggunakan nomor HP biasa saja, tapi cara mereka ngomong atau telepon itu sudah persis dengan Call Center,” ujar Ismail.

Ketika ini lah para penipu akan meminta data pribadi yang rinci dari nasabah. Data ini dapat disalah gunakan oleh penipu.

Ismail menyebutkan bahwa data dari periode Januari sampai Mei 2021, aksi penipuan dengan mengatasnamakan cs bank kian marak. Banyak akun berseliweran dan separuh dari akun tersebut atau 47,7 persen adalah akun penipu.

Sampai berita ini ditulis, pihak BRI sendiri belum memberikan tanggapan terkait kasus penipuan yang mengatasnamakan bank tersebut.

Link: https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20211026144519-199-712558/bahaya-aksi-akun-cs-bank-palsu-jebak-nasabah-di-twitter.

Pengamat: Platform Seperti YouTube Bisa Dapat Keuntungan Besar dari Konten Negatif

Liputan6.com, Jakarta – Polres Metro Jakarta Pusat baru saja menangkap Direktur PT Bondowoso Salam Visual Nusantara Satu, berinisial AZ yang memiliki siaran lokal bernama BSTV. Tersangka ditangkap terkait konten hoaks di kanal YouTube Aktual TV.

Menurut Kapolres Metro Jakarta Pusat Kombes Hengki Haryadi, konten hoaks di kanal Aktual TV dibuat untuk kepentingan ekonomi. Dengan konten yang dibuatnya, tersangka AZ disebut berhasil meraup keuntungan hingga Rp 2 miliar dari iklan di saluran YouTube miliknya.

Terkait penangkapan ini, pengamat media sosial, Ismail Fahmi, menuturkan platform seperti YouTube memang membebaskan isi konten yang dibuat pada platform-nya, selama belum ada laporan dari pengguna lain.

Bahkan, ia mengatakan, konten hoaks atau kontroversial itu dapat menguntungkan penyedia platform, karena memang biasanya banyak iklan yang dipasang di sana. Untuk itu, berdasarkan analisis yang sudah pernah dilakukannya, pembuat konten hoaks itu juga bisa meraup untung besar.

“Ketika yang bikin video dapat duit banyak, YouTube bahkan bisa dapat duit lebih banyak,” tutur Ismail saat dihubungi Tekno Liputan6.com, Jumat (22/10/2021).

Ia menambahkan, hal seperti ini memang lumrah di platform seperti YouTube, termasuk Facebook.

Ismail mencontohkan, Facebook mendapat keuntungan dari konten yang memecah belah, seperti saat momen pemilihan presiden karena konten semacam itu tersirkulasi sangat tinggi dan membuat orang mengakses Facebook lebih sering, sehingga berimbas juga ke iklan yang ditampilkan.

“Jadi, setiap platform itu mendapat untung dari konten negatif sebenarnya. Karenanya, masyarakat di sini harus kritis dan penegak hukum juga harus tegas,” tutur sosok di balik social media analytics Drone Emprit ini.

Terlebih, ia mengatakan penyebaran konten hoaks semacam ini hanya bisa dihentikan dengan tindakan hukum dan tindakan kepolisian saat ini sudah tepat.

Lebih lanjut, Ismail mengatakan, konten hoaks atau fitnah semacam ini memang kerap dibuat karena bisa menghasilkan view yang tinggi. Selama ini, menurut Ismail, banyak dari pembuat hoaks atau fitnah merasa aman karena tidak pernah diproses, sehingga langkah penangkapan ini bisa menghentikan aksi serupa.

“Segala konten yang sifatnya kontroversial, fitnah, dan menimbulkan polarisasi itu menghasilkan kunjungan yang tinggi. Dan hal ini berdampak negatif pada masyarakat yang kian terpolarisasi,” tuturnya menutup perbincangan.

“Dari hasil pemeriksaan, mereka ternyata meng-upload konten ini dengan tujuan materi. Dalam kurun waktu delapan bulan mereka mendapatkan Adsense Youtube Rp 1,8 sampai Rp 2 miliar,” kata Hengki saat dikonfirmasi, Sabtu (16/10/2021).

Hengki mengungkapkan, total ada 765 konten video yang telah diunggah tersangka AZ bersama rekannya M dan AF di akun Youtube Aktual TV.

Salah satunya berjudul ‘Gabungan POM TNI & Propam Segel Rumah Dudung Abdurrahman’ dan ‘Purn. TNI Turun Gunung Kerahkan Prajurit Kepung Mabes Polri’.

“Ini Adu domba di era digital, menimbulkan keonaran dalam rangka mencari keuntungan pribadi,” kata Hengki.

Sebelumnya, Polres Metro Jakarta Pusat menangkap Direktur PT Bondowoso Salam Visual Nusantara Satu, berinisial AZ. Bos televisi lokal, BSTV itu ditangkap terkait dugaan penyebaran berita bohong atau hoaks yang menimbulkan keonaran.

Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Yusri Yunus mengatakan, AZ ditangkap bersama dua tersangka lainnya yang masing-masing berinisial M dan AF. Mereka ditangkap pada Agustus 2021 di wilayah Bondowoso, Jawa Timur.

Yusri menegaskan, bahwa penangkapan ini tidak terkait dengan pekerjaan AZ di BSTV. Dia ditangkap berkaitan dengan konten hoaks yang dibuat dan disebarkan ketiga tersangka lewat akun YouTube milik tersangka AZ bernama Aktual TV.

“Ada konten yang dia buat di YouTube namanya Aktual TV. Ini tidak terdaftar di Dewan Pers,” kata Yusri di Jakarta, Jumat (15/10/2021).

Yusri membeberkan, konten hoaks yang disebar ketiga tersangka ini bernada provokatif yang dapat menimbulkan kegaduhan. Selain itu juga mengandung unsur adu domba untuk memecah sinergitas TNI-Polri.

“Tujuannya mencari keuntungan,” ungkapnya.

Kini berkas ketiga tersangka telah dinyatakan lengkap atau P21 oleh Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat.

Disebutkan Yusri, dalam waktu dekat rencananya tersangka dan barang bukti akan diserahkan ke jaksa penuntut umum atau JPU untuk disidangkan.

“Yang bersangkutan ini kita jerat UU ITE, Nomor 19 Tahun 2016 Pasal 14 Ayat 1 ayat 2, Juncto Undang-Undang tentang Hukum Pidana Pasal 28 dengan ancaman 10 tahun penjara,” tandasnya.

Link: https://www.liputan6.com/tekno/read/4691262/pengamat-platform-seperti-youtube-bisa-dapat-keuntungan-besar-dari-konten-negatif

Pakar TI UII Apresiasi Konvensi Rakyat Berbasis Digital Partai Perindo

JAKARTA – Pakar Teknologi Informasi dan Media Sosial Universitas Islam Indonesia (UII), Ismail Fahmi, menyambut baik terobosan Partai Perindo tentang konvensi rakyat berbasis digital menggunakan sistem e-demokrasi dan e-voting. Terobosan ini telah disampaikan Ketua Umum Partai Perindo Hary Tanoesoedibjo saat HUT ke-7 Partai Perindo pada 8 Oktober 2021.

Menurut Ismail Fahmi, di era sekarang sudah saatnya demokrasi dan partai politik memanfaatkan digitalisasi industri 4.0, di mana informasi dan data memiliki nilai penting. Selama ini proses penjaringan calon legislatif (caleg) parpol belum mengunakan mekanisme tersebut. Terkesan masih jadul, tidak transparan, dan mungkin didasarkan politik uang.

“Jika ini benar-benar dilakukan, diterapkan sebagai satu proses parpol untuk merekrut, mendidik dan proses selama duduk di legislatif serta serius diterapkan, maka sangat apresiasi,” katanya, Rabu (20/10/2021).

“Parpol lain seharusnnya juga sudah melirik ke sana. Terutama konsolidasi dan tranparansi. Sehingga konstituen akan mudah mencari informasi partai. Karena sekarang belum, masih susah dalam mengaksesnya,” katanya.

Menurut Ismail Fahmi, konvensi rakyat berbasis digital adalah hal yang bagus dan harus diperkenalkan kepada publik dan menjadi bentuk dari demokrasi di era industri 4.0. Proses interaksi menjadi lebih mudah antara konstituen dan parpol.

Namun Ismail Fahmi mengingatkan apakah publik sudah siap? Ia yakin sebagian besar masyarakat belum siap karena belum pernah ada sebelumnya, sehingga tantangan ini harus dihadapi. “Jika benar-benar konvensi rakyat dilakukan akan menjadi satu pelajaran bagi partai lain dan butuh proses dalam berdemokrasi,” kata pemilik Drone Emprit itu.

Hal lainnya yang harus menjadi perhatian adalah ada yang mengontrol data digital. Jika tidak, maka dikhawatirkan bisa dimanipulasi. Bila ingin dipercaya, maka harus transparan, jujur, serta ada audit dari pihak ketiga yang profesional, bukan dari internal partai. Ini penitng, guna memastikan sistemnya aman, tidak ada kebocoran maupun penyalahgunaan wewenang.

“Kalau tidak ada itu, bagaimana publik bisa percaya. Karena kuncinya itu trust. Kepercayaan. Ide digital bagus, publik bisa terlibat namun sistem ini kan tertutup. Sehingga akan bermakna, kalau sistemnya bisa dipercaya, maka perlu audit keamanan sistem, data dan metodologi, maka auditor harus memastikan sistemnya aman,” katanya.

Link: https://nasional.sindonews.com/read/574540/12/pakar-ti-uii-apresiasi-konvensi-rakyat-berbasis-digital-partai-perindo-1634735424

Drone Emprit: Popularitas Anies Baswedan Tinggi, tapi Sentimennya Negatif

TEMPO.CO, Jakarta – Pendiri Drone Emprit Ismail Fahmi menyatakan nama Anies Baswedan memuncaki volume percakapan dibandingkan Ganjar Pranowo, Ridwan Kamil, dan Puan Maharani. Volume itu dihitung dari total mentions dari berbagai kanal seperti media online dan Twitter dari Januari hingga September 2021.

“Secara tren memang selalu tinggi,” kata Ismail dalam diskusi daring yang diadakan Pemprov DKI, Selasa, 12 Oktober 2021.

Namun, tingginya popularitas itu juga sejalan dengan tingginya sentimen negatif. Untuk kategori sentimen negatif, Anies memuncaki daftar dengan skor 37 persen, diikuti Ridwan Kamil 23 persen, dan Ganjar 20 persen.

“Ternyata Pak Anies paling populer tapi paling tidak disukai, di antara ketiganya,” ujar Ismail Fahmi.

Selanjutnya, Fahmi memaparkan peta social network analysis (SNA) antara tokoh-tokoh tersebut. Hasilnya, pembicaran soal Puan Maharani tidak banyak dilakukan oleh pendukung organiknya atau mayoritasnya disebut buzzer. Selanjutnya, pembicaraan soal Ridwan Kamil mayoritas dilakukan oleh pendukungnya.

Pembicaraan tentang Ganjar Pranowo mayoritas dilakukan oleh pendukung sang Gubernur Jawa Tengah itu sendiri. Hal ini menghasilkan banyak sentimen positif terhadapnya.

“Yang menarik, yang berbicara tentang Anies Baswedan, ternyata dua kelompok besar. Yaitu kelompok yang pro Pak Anies dan kelompok yang pro Pak Ganjar atau yang kontra Anies,” kata Ismail Fahmi.

Ihwal pihak-pihak yang melakukan pembicaraan, Ismail Fahmi menilai kelompok Anies, Ganjar, dan Ridwan, masuk dalam kategori natural. Artinya, yang berbicara memang kebanyakan manusia bukan bot, kecuali Puan.

Sementara itu, top 5 influencer yang membicarakan Anies ternyata tidak hanya diisi oleh pendukungnya. Peringkat 1 dan 3 bahkan pihak yang kontra, yaitu @Dennysiregar7 dan @FerdinandHaean3. Sedangkan pihak yang pro adalah @OposisiCerdas, @Mdy_Asmara1701, dan akun media sosial Anies Baswedan sendiri, @aniesbaswedan.

“Artinya ketika lebih banyak yang kontra, artinya beginilah wajah Pemprov DKI di media sosial, cenderung negatif,” ujar Ismail Fahmi.

Link: https://metro.tempo.co/read/1516526/drone-emprit-popularitas-anies-baswedan-tinggi-tapi-sentimennya-negatif/full&view=ok

Perdebatan Anti-rokok vs Pembela Rokok Munculkan Istilah Whataboutisme, Apa Itu?

JAKARTA, KOMPAS.TV – Perdebatan pembela rokok vs kesehatan menjadi semkin menarik, terlebih setelah melahirkan istilah yang mungkin asing di telinga beberap orang, yakni ‘whataboutisme’.

Sebelumnya, untuk menyegarkan ingatan, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan getol mengampanyekan anti-rokok. Bahkan, Anies mengeluarkan Seruan Gubernur (Sergub) DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2021 tentang Pembinaan Kawasan Merokok.

Lewat seruan itu, Anies meminta bawahannya untuk menutupi iklan dan display rokok yang ada di fasilitas publik.

Langkah Anies pun memantik obrolan dan banyak kicauan di Twitter, karena kampanye anti rokok itu disandarkan dengan efek kesehatan.

Kampanye tersebut lalu mendapat respon dari mereka yang pro-rokok. Beberapa di antara mereka berpendapat bahwa kesehatan bergantung pada diri masing-masing.

Menurut mereka yang pro-rokok, jika pelarangan rokok karena didasarkan pada efek kesehatan, maka gula juga mestinya dilarang. Karena gula juga termasuk pembunuh paling ganas di dunia.

Baca Juga: Wagub DKI Benarkan Anies Surati Bloomberg soal Kampanye Anti-Rokok, tapi Bantah Tuduhan Minta Dana

Pembelokan pembahasan dari bahaya rokok ke bahaya gula itu kemudian oleh Ismail Fahmi, Founder of Drone Emprit and Media Kernels Indonesia, disebut sebagai ‘whataboutisme’.

Ismail bilang, “SOP para Pembela Rokok Setiap kali ada pembahasan tentang rokok, iklan rokok, display rokok dll, maka otomatis mereka akan belok ke topik lain, yaitu: GULA,” tulis Ismail di akun Twitternya, dilansir Kompas TV pada Selasa (5/10/2021).

“Sudah hapal SOP-nya begitu sejak dulu. Whataboutism,” kata Ismail.

Baca Juga: Memerangi Peredaran Rokok Ilegal dengan Sosialisasi UU Tentang Cukai

Belakangan, ketiak dihubungi, Ismail menjelaskan apa yang ia maksud ‘whataboutisme’. Ia mengatakan, istilah tersebut adalah retorika yang membelokkan pembahasan, tentang rokok berbahaya, ke gula berbahaya. “Biar kita ndak lagi membahas rokok,” kata dia.

“Pembahasan gula berbahaya penting, tetapi tidak relevan dengan topik soal rokok,” tambah Ismail.

Pada cuitan Ismail soal perdebatan anti-rokok dengan pro-rokok memunculkan ‘whataboutisme’. Lalu apa sebenarnya istilah itu? Apa yang dimaksud ‘whataboutisme’?

Istilah ‘whataboutism’ secara diksi berasal dari dua kata, ‘What’ dan ‘About’. Kalau dilihat dalam Oxford Dictionaries, ‘whataboutism’ merujuk pada sebuah teknik retorika untuk membelokkan tudingan yang disampaikan oleh orang lain.

Kata kuncinya adalah ‘whataboutisme’ adalah teknik retorika.

Taktik retorika pembelokan kritik itu pertama kali muncul saat perang dingin antara Uni Soviet dengan negara barat. Istilah itu merebak di Rusia pasca-Soviet, ketika sedang membahas hak asasi manusia. 

Kala ditanyai mengenai hak asasi manusia, maka pembalasannya adalah ‘What About? (bagaimana dengan)..’ dengan menyertakan contoh isu yang tengah ramai, namun tidak relevan.

Saat itu, ‘whataboutisme’ dijadikan propaganda Rusia dengan tujuan mengaburkan kritik terhadap negara Rusia dan menurunkan kualitas percakapan dari kritik yang masuk akal terhadap Rusia menjadi perselisihan sepele.

Sejumlah pemimpin Rusia mengadopsi praktik ‘whataboutisme’ Soviet untuk menghindari refleksi internal terhadap kritik eksternal dan menyoroti kesalahan negara-negara lain. 

Menurut Merriam-Webster dalam sebuah artikelnnya berjudul What about ‘whataboutism’? retorika ‘whataboutisme’ pada umumnya dianggap sebagai bentuk tu quoque yang artinya ‘Kamu Juga’. 

Dari bahasa latin tersebut, ‘whataboutisme’ dianggap sebagai kekeliruan logika karena benar tidaknya pendapat si penuduh, tidak ada kaitannya dengan isu yang tengah dibahas. 

Selain itu, taktik tersebut juga dilakukan untuk mengaburkan fakta-fakta yang tengah dipertanyakan.

‘Whataboutisme’ adalah pembelokan tudingan tersebut seringkali dengan mengangkat isu yang tidak setara. Selain itu, ‘whataboutisme’ masuk ke dalam kategori kesalahan logika. Atau mungkin kita sering dengar politis berdebat dengan istilah tidak ‘apple to apple’.

Link: https://www.kompas.tv/article/218560/perdebatan-anti-rokok-vs-pembela-rokok-munculkan-istilah-whataboutisme-apa-itu?page=all