Jakarta, CNN Indonesia — Tim peneliti dari Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3SE) mengungkap ciri pendengung isu yang menyeruak di media sosial (buzzer), dari influencer hingga akun robot (bot).
Pendiri Drone Emprit dan Media Kernels Indonesia, Ismail Fahmi mengatakan buzzer yang berbentuk sosok populer di media sosial, influencer yang menjadi buzzer.
Ia menyebut buzzer dari influencer ada dua jenis, buzzer ekonomi atau buzzer ideologi
“Bahkan kadang-kadang karena buru-buru (unggah) salah copy paste, ada perintah ‘tolong diposting’ terkadang itu kebawa dipostingan,” ungkapnya.
Lebih lanjut ia mengatakan biasanya buzzer yang dibayar itu menghasilkan postingan yang seragam, karena sudah terorkestrasi oleh sejumlah pihak.
Kemudian, Ismail menjelaskan ada buzzer ideologi. Buzzer jenis itu merupakan orang yang senang sepakat dengan pendapat yang ada di dunia maya.
“Bisanya kalo kita lihat mereka lebih bebas ya, karena bisa posting apapun termasuk isu-isu yang sesuai kelompok mereka tadi,” tuturnya.
Lebih lanjut ia menjelaskan tipe akun di luar buzzer influencer. Ismail mengungkap ada akun otomatis yang dioperasikan dari komputer, ada akun yang dioperasikan manusia, ada pula akun yang dibuat oleh programmer.
“Misalnya pengen (buat) berapa akun gitu, sudah disiapin database nama, terus gambar-gambar, tinggal mau bikin berapa akun,” kata Ismail.
Namun akun-akun bot atau yang dioperasikan oleh sistem dijelaskan Ismail mudah terdeteksi oleh pengguna, yaitu dengan melihat linimasa pada akun.
“Saya lihat akun timelinenya dia monoton atau natural. Misalnya dia memposting pemerintah bagian tertentu daja, nah itu buzzer,” pungkas Ismail.
Di samping itu Associate Researcher LP3ES, Elsitra mengungkapkan hasil pengamatan akun bot yang kerap berseliweran di jagat Twitter.
Berdasarkan pengamatan digital etnografiyang dilakukan Elsitra, terdapat dua poin yang bisa dibeberkan. Pertama, akun bot memiliki strategi agar terlihat akun organik.
“Misalnya mereka menggunakan foto profil, nama asli dan segala macam (ciri akun organik),” ujar Elsitra saat diskusi Pasukan Siber, Manipulasi Opini Publik dan Masa Depan Demokrasi di Indonesia, Senin (1/11), di Jakarta.
Kedua, Elsitra mengatakan dalam temuannya akun bot kerap berinteraksi dengan orang lain. Seperti saling berbalas akun dengan para akun bot.
“Jadi ini yang disebut sebagai akun cyborg. Jadi mereka terlihat sebagai akun organik, bahkan mereka bisa mengamplifikasi banyak hastag dalam sekali waktu,” tuturnya.
Namun demikian Elsitra mengungkap bahwa untuk melakukan pemeliharaan akun bot agar tak dibekukan oleh penyedia platform, dinilai tak murah.
Hal itu disebutnya lantaran pihak pemilik akun bot harus melakukan verifikasi akun, sehingga akun bot ini hanya bertahan dalam periode sebentar.
Walhasil, ia mengatakan akun bot yang membangun narasi di media sosial, hanya bertahan pada beberapa isu saja, tidak digunakn dalam narasi kampanye isu lain.
Lebih lanjut ia juga mengungkap bahwa berbagai akun bot kerap tergabung dengan pendanaan pasukan siber.
Jadi, ada kalanya akun bot itu digunakan untuk memanipulasi survei di sosmed, lalu digunakan oleh buzzer untuk menambah followers.
“Padahal followersnya fake akun dari akun bot-bot itu,” tutup Elsitra.
(can/fjr)