Pengamat: Pembatasan Medsos Jangan Terlalu Lama

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pakar media sosial, yang juga pembuat mesin pengais medsos Drone Emprit, Ismail Fahmi berharap pemerintah tidak terlalu lama melakukan pembatasan penggunaan media sosial. Sebab, apabila terlalu lama dibatasi penggunaannya, semakin banyak masyarakat akan menggunakan VPN untuk mengakses akun mereka.

Ismail mengatakan, sebenarnya yang dilakukan pemerintah membatasi penggunaan media sosial adalah langkah yang tepat. Sebab, situasi pada saat aksi Rabu (22/5) di depan Gedung Bawaslu dan sekitarnya sangat ricuh termasuk di media sosial.

Informasi yang salah banyak beredar dengan kecepatan tinggi di media sosial sehingga memang harus ditahan penyebarannya. Menurutnya, langkah membatasi penggunaan media sosial yang dilakukan pemerintah merupakan hal yang sangat mendesak.

Namun, pemerintah perlu memperhitungkan dampak dari pembatasan penggunaan media sosial tersebut. Ismail menuturkan, saat ini masyarakat sudah banyak yang menggunakan VPN. Padahal sebelumnya, banyak di antara mereka yang tidak mengerti penggunaan VPN.

Penggunaan VPN ini, menurut Ismail bisa merugikan negara. Sebab, dengan menggunakan VPN masyarakat akan bisa mengakses situs-situs yang diblokir oleh pemerintah. Hal itu berarti, pemblokiran yang dilakukan tidak efektif.

“Jadi kita lihat orang-orang pakai VPN. Ini dampak buruk. VPN adalah cara untuk mengelabui mekanisme sensor pemerintah saat ini. Pemerintah kan tiap kali ingin ngeblokir tinggal bilang ke Kominfo. Sekarang masyarakat sudah tahu caranya menembus situs dibolir menggunakan VPN,” kata Ismail pada Republika, Kamis (23/5).

Selain itu, VPN ternyata juga dapat berbahaya bagi keamanan telepon pintar. Melalui VPN, artinya membiarkan data pribadi yang terdapat dalam telepon pintar dilihat oleh pihak yang membuat VPN. Hal itu tentunya berbahaya karena pembuat VPN bisa merekam data para penggunanya.

Apalagi, saat ini banyak telepon pintar yang di dalamnya memiliki aplikasi perbankan. Pembuat VPN bisa saja merekam data-data perbankan tersebut. “Data kita bisa direkam oleh yang punya VPN. Harus hati-hati,” kata Ismail menegaskan.

Masalah lain yang muncul dari pembatasan penggunaan media sosial ini adalah banyak pihak yang tidak bisa bekerja dengan lancar. Khususnya para pemilik toko online dan juga para dokter.

Ismail memandang, para penjual di toko online tidak bisa dengan mudah menyebarkan barang dagangan mereka dan berkomunikasi dengan calon pembelinya. Sementara para dokter juga terganggu karena tidak sedikit yang berkoordinasi dengan pasien melalui media sosial.

“Dokter di RS, koordinasi tentang pasien, kadang mereka konsultasi kan pakai whatsapp. Itu terhambat. Jadi di kesehatan, di pelayanan lain akhirnya terdampak. Ini bukan hal yang kecil. Ini harus dipikirkan seandainya suatu saat akan melakukan hal yang sama,” kata Ismail.

Lebih lanjut, Ismail berharap pemerintah terus melakukan evaluasi terhadap pembatasan penggunaan media sosial yang masih berlangsung. Sebab, banyak pihak yang dirugikan dan penggunaan VPN justru bisa berbahaya terhadap masyarakat.

Pengamat Bongkar Perang Polling Jokowi vs Prabowo

Eka Santhika, CNN Indonesia | Rabu, 15/08/2018 13:52 WIB

Jakarta, CNN Indonesia — Pengamat media sosial Ismail Fahmi membeberkan soal siapa saja yang bertarung terkait polling pasangan Capres dan Cawapres pilihan untuk Pilpres 2019.

“Dari SNA (social network analysis) dan analisis topik ini saya jadi paham. Kubu yang satu ternyata sedang menjalankan misi memenangkan Jokowi dalam 80 polling. Kubu satunya sedang melaporkan dan curiga kalau polling-polling yang awalnya mereka menangkan ternyata kalah dalam injury time (detik-detik terakhir),” jelas Ismail  ketika dihubungi CNNIndonesia.com, Selasa (15/8). 

Hal ini ia simpulkan berdasarkan pengamatan menggunakan software pengumpul percakapan Drone Emprit pada tagar #JokowiMenang80Polling. Tagar ini sempat menjadi tren pada Selasa (14/8). 

Dari hasil pengumpulan data, didapatkan bahwa Tagar tersebut menjadi trendingdengan mendapat 397 mention. Ismail pun mengamati kata kunci lainnya ‘robot polling’. Kata kunci ini hanya mendapat 94 mention. 

Lantas ia membongkar siapa saja yang mencuitkan tagar ini. Menurutnya, #JokowiMenang80Polling digunakan oleh akun-akun pendukung Jokowi Maaruf seperti @DukungCakimin, @Kuwera_ID. Cuitan dari @biawak_buas mendapat paling banyak retweet sehingga memviralkan tagar tersebut.

“Dari tebel most retweeted untuk #JokowiMenang80Polling, user biawak_buas menampilkan sebuah video berisi berbagai polling yang dimenangkan oleh JKW-MA, dan PAS kalah telak,” jelasnya. 

Di sisi lain, kubu Prabowo-Sandiaga mengangkat topik terkait robot polling. Topik ini dicuitkan oleh akun @RestyCayah yang menjadi pemimpin opini (key opinion leader) dan cuitan dari @Elang_Sutajaya1 yang mendapat paling banyak retweet.

“Sementara dari tabel most retweeted untuk ‘Robot Polling’, user Elang_Sutajaya1 menampilkan screenshot bukti bagaimana dari waktu ke waktu sebuah pollingdimana PAS menang telak, lalu pada waktu tertentu dengan cepat berbalik JKW-MA yang menang.”

Lebih lanjut, Ismail menuturkan bahwa buzzer yang melancarkan serangan pemenangan cuitan ini memiliki puluhan ribu hingga ratusan ribu akun robot. Pada saat sebuah polling Twitter dilakukan, mereka akan menentukan target polling yang akan disasar. Pada saat yang tepat, ribuan atau puluhan akun digunakan untuk nge-vote salah satu target jajak pendapat.

“Dan yang kritis adalah saat-saat menjelang voting berakhir. Mereka mengerahkan sisa kekuatan untuk mendapatkan hasil vote tertinggi,” tuturnya. 

Sehingga, kubu yang tidak siap dengan robot, dan hanya mengandalkan user natural, pasti tidak akan bisa mengejar dalam waktu hanya beberapa menit saja. Sebab, perilaku voting yang dilakukan oleh pengguna sesungguhnya tidak langsung mencuat secara tiba-tiba. 

Hal itu, kata dia, hanya bisa terkumpul perlahan dalam jangka waktu tertentu. 

Sumber : https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20180815131734-185-322442/pengamat-bongkar-perang-polling-jokowi-vs-prabowo

Perang “Buzzer” Saat Debat Dinilai untuk Pengaruhi Persepsi Pemilih

Source : Kompas.com

JAKARTA, KOMPAS.com – Drone Emprit, sebuah perusahaan berbasis big data, mengungkapkan bahwa perang siber pada saat debat pertama Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 merupakan ajang adu kekuatan antara kedua pasangan calon.

Hal itu diungkapkan pendiri Drone Emprit Ismail Fahmi setelah pihaknya menganalisis pola pertarungan di media sosial pada saat sebelum hingga sesudah debat tersebut.

“Kalau saya simpulkan ini perang buzzer, show off force dari kedua paslon dan kita bisa expect mereka akan bermain juga (di debat berikutnya),” ungkap Ismail di kantornya, Jagakarsa, Jakarta Selatan, Kamis (24/1/2019).
Menurutnya, media sosial menjadi sasaran empuk sebagai ranah perebutan kedua paslon karena menjadi sarang para pemilih yang belum menentukan pilihannya. 

Oleh karena itu, kedua paslon berjuang untuk membangun persepsi publik di ranah media sosial untuk menggaet pemilih. “Salah satu yang menjadi driving force, penelitian dari Alvara (Research Center), semakin orang main internet, semakin orang enggak percaya pilihannya siapa, makanya mereka harus membangun persepsi,” terangnya.

Dari hasil analisis Drone Emprit terkait perang di dunia siber saat debat, Ismail memiliki beberapa catatan terkait hasil analisis tersebut. Ismail menyebutkan pasangan calon nomor urut 01 Joko Widodo-Ma’ruf Amin memiliki pasukan dalam jumlah banyak untuk bekerja pada saat debat.

“Kalau saya lihat ada deployment pasukan yang cukup besar, dari sisi kubu 01, yang tidak seperti biasanya, akun-akun yang terlibat sangat tinggi dan menyiapkan materi,” ungkapnya. Ia mengatakan, terdapat satu pasukan khusus dalam kubu Jokowi-Ma’ruf yang secara spesifik membahas persoalan dana desa.

Namun, Ismail mengungkapkan, Jokowi hanya tinggi dalam hal jumlah mention, namun minim interaksi di media sosial. Dapat diartikan bahwa cuitan-cuitan itu dilontarkan menggunakan program.

“Secara pasukan, pada saat debat Jokowi menang, dia deploy betul, tapi pasukan-pasukan bayaran, mohon maaf. Hari-hari biasa tidak sebanyak itu, pas debat tinggi, begitu selesai, sehari, dua hari debat, pasukannya hilang lagi,” jelas Ismail.

Kebalikannya, akun-akun yang terafiliasi atau pendukung paslon nomor urut 02, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, terlihat sangat solid di media sosial. Ismail menyebutkan, tingkat interaksi dalam lingkaran pendukung Prabowo-Sandiaga terbilang tinggi.

“Sementara (paslon) 02 (jumlahnya) segitu-segitu saja tapi solid terus,” katanya. Misalnya, pada saat awal debat pukul 20.00-21.00 WIB, tingkat interaksi terkait paslon 01 adalah 2,64 sementara yang terkait paslon 02 yaitu 3,74. Pada jam berikutnya, pukul 21.00-22.00, tingkat interaksi terkait paslon 01 adalah 5,89 sementara yang terkait paslon 02 yaitu 6,85. Berikutnya, masih di saat debat pada pukul 22.00-23.00, tingkat interaksi terkait paslon 01 adalah 6,44 sementara paslon 02 yaitu 7,11. Baca juga: Pola Pertarungan di Medsos saat Debat Pertama: Pasukan 01 Lebih Banyak, Pasukan 02 Solid Meski solid, hasil analisis Drone Emprit menunjukkan bahwa percakapan terkait paslon 02 sempat redup dari basis pendukungnya di media sosial.

Oleh karena itu, ketika jumlah penyebutan yang terkait dengan Prabowo-Sandiaga tinggi, hal itu dapat disebabkan adanya sumbangan dari kelompok pendukung paslon 01. “Saat perdebatan dia keteteran dalam hal menyerang Jokowi, dia ga banyak menyerang Jokowi. Dia juga enggak terlalu banyak menyebut Prabowo, akibatnya dia tinggi sekali percakapan tentang Prabowo, tetapi itu disumbang dari Jokowi yang begitu masif,” terang dia.

Drone Emprit menganalisis percakapan di media sosial menggunakan teknologi big data dengan keahlian Artificial Intelligence dan Natural Learning Process (NLP).

Link : https://nasional.kompas.com/read/2019/01/25/13420021/perang-buzzer-saat-debat-dinilai-untuk-pengaruhi-persepsi-pemilih?page=all