Jakarta, CNN Indonesia — Ahli mengkritisi seringnya penggunaan fotokopi eKTP saat melakukan registrasi berbagai layanan swasta dan pemerintah yang dikhawatirkan menjadi celah kerentanan kebocoran data pribadi.
“Pengumpulan fotokopi KTP serta selfie dengan KTP yang berisi data pribadi umum dan spesifik sepertinya sudah menjadi budaya, diterima oleh masyarakat dan mayoritas tidak keberatan,” jelas analis media sosial sekaligus pendiri Drone Emprit, Ismail Fahmi dalam acara webinar tentang perlindungan data pribadi yang diselenggarakan oleh Kementerian Keuangan Republik Indonesia (Kemenkeu), Senin (25/10).
Padahal praktik ini dinilai berbahaya karena berisiko penyalahgunaan data jika terjadi kebocoran data akibat dokumen pribadi tercecer di mana-mana.
“Tidak jelas siapa yang bertanggung jawab. Kemudian jika server dihack, semua dokumen pribadi bisa dicopy, dan jika kebocoran sudah terjadi data bisa diperjual belikan secara terbuka,” tegasnya.
Menurut Ismail, pemilik data pribadi pun mesti benar-benar hati-hati. Misal, pemilik eKTP semestinya protes atau setidaknya tahu data pribadi dan foto wajah tengah dikumpulkan.
Negara mesti hadir
Selain itu, menurutnya negara pun perlu hadir dalam pelindingan data pribadi tersebut dengan menerapkan berbagai kebijakan.
Cara Agar Foto eKTP Tidak Disalahgunakan
Untuk jangka pendek, menurut Ismail pemerintah perlu perkuat kapasitas, kemampuan, keamanan, dan kecepatan sistem Dukcapil sehingga mampu melayani verifikasi data imbas dari semakin banyaknya mitra. Selain itu pemerintah juga mesti mendorong penggunaan API Dukcapil.
“Dorong penggunaan API Dukcapil untuk aplikasi di pemerintah, instansi, dan perusahaan baik di pusat maupun daerah yang membutuhkan verifikasi data kependudukan,” papar Ismail dalam presentasinya.
Kemudian, Ismail juga menyebut bahwa pemerintah perlu mensosialisasikan pentingnya pelindungan data pribadi, bahaya kebocoran data, dan berhenti memberlakukan penggunaan fotokopi KTP dan KK sebagai syarat berbagai keperluan warga seperti vaksinasi, mengurus BPJS dan lain-lain.
Tidak cukup sampai di situ, pemerintah juga perlu mewajibkan penyediaan call center untuk layanan pelanggan, bukan melalui halaman upload/email/WA yang mewajibkan warga mengirim foto/selfie KTP.
Sedangkan untuk jangka panjang, menurut Ismail pemerintah juga perlu menerapkan beberapa kebijakan sistem untuk keperluan verifikasi warga dalam berbagai aplikasi pemerintah.
“Bangun sistem SSO (single sign on) yang berbasis data Dukcapil, untuk keperluan verifikasi warga dalam berbagai aplikasi pemerintah, instansi, dan perusahaan baik di pusat maupun daerah yang diakses melalui internet,” kata Ismail.
Lebih lanjut, menurut Ismail, institusi yang paling tepat membuat layanan SSO ini adalah Kementerian Dalam Negeri yang mengelola database Dukcapil.
Selain itu pemerintah juga harus memfasilitasi warga yang tidak bisa mengakses internet, agar mereka bisa verifikasi melalui call center atau dengan datang langsung ke petugas layanan seperti kelurahan, bank dan sebagainya tanpa perlu membawa fotokopi dokumen identitas, karena sistem sudah terintegrasi dengan sistem Dukcapil.
(mrh/eks)