Jakarta –
Nomor Induk Kependudukan (NIK) Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan sertifikat vaksinasi tersebar di media sosial. Lalu bagaimana dampak ketika NIK seseorang diketahui orang lain dan bisa digunakan untuk apa saja?
Pakar media sosial sekaligus pendiri Drone Emprit, Ismail Fahmi, mengatakan NIK adalah pintu masuk untuk menemukan data pribadi seseorang secara lebih detail. Jika NIK itu dicari di Google, akan muncul data mengenai yang bersangkutan.
“Itu kan data pribadi, kalau udah tersebar bisa dimanfaatkan data yang lain-lain. Misalnya dapat NIK Pak Jokowi, cari di Google langsung keluar kan foto-foto KTP Pak Jokowi yang tersebar. Artinya pintu masuk, kayak kunci, dapetin informasi unik dan spesifik tentang Pak Jokowi,” kata Ismail Fahmi kepada wartawan, Jumat (3/9/2021).
Ismail mengatakan, dari NIK tersebut, bisa ditemukan data yang lebih spesifik mengenai seseorang. Data tersebut bisa digabungkan dengan data lain untuk disalahgunakan. Ismail menyebut penggabungan itu dilakukan dengan teknik social engineering.
“Kalau NIK saja itu nama dan tanggal lahir, itu bisa langsung dipake, tapi itu bisa awalan untuk mencari informasi lebih jauh lagi tentang seseorang. Soalnya kalau pakai Ismail Fahmi itu banyak, masukin di Google ‘Ismail Fahmi’, oh banyak itu ada orang Kementerian Agama, ada dari kabupaten apa namanya Ismail Fahmi. Tapi kalau NIK itu hanya saya, Ismail Fahmi aja,” kata dia.
“Coba cari di Google atau di mana, itu social engineering itu, ketahuan dapat data-data yang lain, yang persis tentang saya itu,” lanjutnya.
NIK Bisa Digunakan untuk Apa?
Islamil Fahmi juga menjelaskan untuk apa NIK itu digunakan jika sudah tersebar. Salah satunya untuk aktivasi nomor telepon.
“Nantikan kalau dapat NIK, dapat KK orang bisa bikin nomor registrasi baru telepon. Nanti pas Pilpres misalnya dipakai untuk blasting daftar ini, daftar itu,” kata dia.
Selain itu, pada saat pendemi Corona ini, NIK sering kali digunakan untuk mengakses sertifikat vaksinasi seseorang. Seperti yang dialami oleh NIK Jokowi.
“Kemudian juga dari NIK tahu nama, tanggal lahir, kayak gitu kan bisa kita dengan PeduliLindungi yang sekarang kita bisa ambil sertifikat orang lain,” ujar Ismail.
“Misalnya kalau nggak tahu tanggal, tahu NIK dan nama saya nih, dari NIK tahu tanggal lahir, terus ingin ambil sertifikat saya, tinggal lihat saja di Facebook saya, saya kan biasanya foto kapan saya vaksinasi pertama dan kedua, dapat tanggalnya, kemudian cek saya pakai apa, saya bilang juga pakai Sinovac, pakai ini dengan bangga. Ya udah masukin PeduliLindungi, bisa download itu sertifikat saya,” jelasnya.
Sertifikat itu, kata Ismail, kemudian digunakan untuk mengakses fasilitas umum yang mewajibkan vaksinasi. Terutama di tempat yang tidak menggunakan aplikasi PeduliLindungi.
“Kalau dapat sertifikat saya, misalnya kalau mau di-print, orang yang tidak vaksinasi nge–print itu terus dibawa aja sertifikat orang lain dibawa. Kan nggak semua menerapkan PeduliLindungi, banyak mal atau pasar ya udah tunjukin aja kalau ada sertifikatnya kan. Terus liatin, ‘namamu siapa?’ ‘Ir. Joko Widodo’ ‘kok sama sama presiden?’ ‘ya emang sama’, nggak dicek,” kata dia.
Pinjol Tak Cukup dengan NIK
Lalu, apakah tersebarnya NIK bisa digunakan untuk mendaftar pinjaman online (pinjol). Ismail mengatakan data NIK tak cukup untuk melakukan pinjol karena membutuhkan KTP serta swafoto bersama KTP.
“Kalau NIK saja nggak cukup, kalau pinjol kita perlu foto KTP lengkap, sama selfie KTP di-upload, banyak orang yang pinjol itu dia upload foto KTP dan selfie KTP orang lain,” jelasnya.
Akan tetapi, untuk mendapatkan pinjol dengan data orang lain itu, Ismail mengungkap banyak tips di Facebook agar orang tertarik memfoto KTP dan swafoto dengan KTP. Data itu kemudian disalahgunakan.
“Sering itu mereka bikin tips-tips begituan di Facebook, jadi ngajuin pinjol atas nama dia makanya banyak orang yang merasa saya nggak pinjam, saya nggak instal, tapi kok saya dapat tagihan terus, karena banyak orang lain yang pakai,” jelasnya.
Dari Mana NIK Dapat Tersebar
NIK bisa tersebar dari berbagai hal. Salah satunya data penduduk yang menerima bantuan sosial.
“Kan sering itu misalnya di kabupaten suka ngasih data orang terima bantuan dan seterusnya. Dari situ kita bisa mengumpulkan data pribadi tentang seseorang lebih detail,” jelasnya.
Tersebar Saat Fotokopi KTP
Data NIK ini juga bisa tersebar saat pemilik melakukan fotokopi KTP. Ataupun di konter HP yang meminta pembeli menunjukkan KTP-nya.
“Sekarang orang dapatnya bukan cuma hanya NIK, tapi KTP langsung. Misalnya mau vaksinasi tolong fotokopi KTP, ya dapat lengkap, NIK-nya, namanya, alamatnya, tanggal lahir, semua dapat toh. Mau konter nomor telepon yang diminta KTP, kita nggak tahu difoto,” kata dia.
“Konter-konter itu bisa mereka ngumpulin. Kadang-kadang masuk ke mal, mau nggak ini bantuin anak yatim segala macam, boleh minta KTP-nya. Orang nggak ngerti kasih KTP, terus difoto. Orang-orang kita belum paham KTP itu data pribadi yang harus dijaga,” sambungnya.
Selain itu, data KTP rentan digunakan pada saat pemasangan instalasi, seperti sambungan internet. Pada saat itu petugas meminta pelanggan memberikan KTP-nya.
“Masang instalasi ini, itu minta KTP lagi. Petugasnya masang internet biasanya petugas minta KTP, dan dia sehari misalnya dapat klien 3, kalikan sebulan dapat berapa 90 KTP orang, kerja setahun dapat berapa coba. Gampang ngumpulinnya, bukan hanya NIK, tapi KTP,” katanya.
Desak UU PDP Disahkan
Ismail meminta pemerintah memberikan perhatian khusus pada perlindungan data pribadi. Dia berharap agar Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) segera disahkan.
“Sebetulnya ini imbauan lebih banyak ke Pemerintah, tolong lah dijaga. Bikin Undang-Undang PDP itu, nanti punya otoritas untuk setiap aplikasi itu nanti diawasi oleh otoritas perlindungan data pribadi ini,” katanya.
Selain itu, Ismail mendorong agar dibentuk badan yang khusus mengawasi data pribadi di setiap aplikasi. Jadi, apabila sebuah aplikasi didapati data penggunanya bocor, aplikasi itu ditindaklanjuti dan dilakukan investigasi.
“Ketika ada bikin aplikasi misal PeduliLindungi ada isu kayak gini langsung diinvestigasi, dia (otoritas pengawas) bisa mengatur sesuai UU tadi. Itu memastikan agar ke depan pada takut yang membuat aplikasi itu bikin aplikasi. Sekarang aplikasi belum dites tapi banyak dirilis,” katanya.
Link: https://news.detik.com/berita/d-5708685/bahaya-nik-tersebar-seperti-jokowi-lindungi-datamu/2