
TEMPO.CO, Jakarta – Center for Media and Democracy Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan, Ekonomi, dan Sosial (LP3ES) bersama Drone Emprit merilis analisis big datanya untuk melihat reaksi publik terhadap kebijakan kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Riset itu sebelumnya ditelisik melalui semua platform media sosial, mulai YouTube, Twitter, Facebook, hingga Instagram.
Seperti keterangan yang diterima Tempo pada 1 Juni 2020, sigi tersebut dibagi atas tiga periode. Periode pertama dilakukan 5-13 Mei atau sejak Perpres Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan ditandatangani sampai 8 hari sesudahnya.
Lalu periode kedua pada 14-25 Mei. Selanjutnya periode ketiga pada 5-25 Mei atau sejak Perpres terbit sampai sekitar tiga pekan sesudahnya.
Menurut sigi tersebut, LP3S dan Drone Emprit menemukan terjadinya lonjakan sentimen negatif pada periode kedua analisis, yakni sebesar 50 persen. Angka itu lebih besar dari sentimen positif yang hanya 44 persen.
Salah satu sentimen negatif terlihat dari fenomena cuitan yang paling banyak di-retweet warganet ialah yang bertajuk “kena prank Jokowi”. Cuitan tersebut muasalnya dari tulisan di akun media daring yang berjudul “Iuran BPJS Naik Lagi, Masyarakat KenaPrank Jokowi”.
“Dalam hal ini tampak bahwa pemberitaan media daring yang menjadikan topik ini sebagai headline ikut membawa pengaruh pada lonjakan sentimen negatif,” tutur Direktur Center for Media and Democracy LP3ES Wijayanto.
Sedangkan dari sisi emosi, sigi itu memperlihatkan adanya ketidakpercayaan publik atau distrust yang jumlahnya mencapai 5.800 unggahan. Hal ini sejalan dengan ketidakpercayaan publik terhadap pemerintah terkait penangangan corona.
Kemudian, dari sisi narasi, muncul beberapa pertanyaan utama publik. Pertanyaan itu berkisar pada persoalan inkonsistensi yang terjadi karena sebelumnya Mahkamah Agung membatalkan kenaikan iuran, waktu atau timing kenaikan tarif yang bersamaan dengan pandemi, serta kekecewaan publik terhadap kebijakan Jokowi.
Adapun dari sisi lain, tagar yang paling banyak digunakan adalah yang bersentimen menyerang. Misalnya “Istana Mesin Kapitalis”, “Membebani Rakyat”, “Merakyat Tapi Boong”, “Rezim Paranoid”, dan “Jokowinomics”.
Selanjutnya, LP3S dan Drone Emprit juga menemukan aktor yang terlibat dalam percakapan ini cukup beragam, mulai kubu oposisi, masyarakat sipil, hingga kubu pro pemerintah. Beberapa di antaranya yang paling berpengaruh dan mendapat retweet terbanyak adalah akun @tengkudzul, @dandhywilaksono, @tsembiring, @aminrais, @prastowo, @teddygusnaidi. Seluruh akun itu merupakan akun organik.
Secara keseluruhan, total percakapan terkait kenaikan BPJS Kesehatan mencapai 115.599. Dari seluruh percakapan itu, volume paling besar ditemukan di Twitter, yakni sebesar 101.745 percakapan.
Dalam analisisnya, LP3ES menggunakan software Astramaya yang dikembangkan oleh Drone Emprit. Metode iniberfungsi untuk melakukan analisa big data yang muncul dari percakapan di berbagai media sosial dan media daring.