
TRIBUNNEWSBOGOR.COM — Kasus dugaan rekayasa penyidik KPK Novel Baswedan yang menyebar di media sosial menuai perhatian dari Ismail Fahmi, Analis Drone Emprit & Kerenels Indonesia.
Di laman media sosial Twitter, Instagram hingga Facebook, isu Novel Baswedan menggulir bak bola liar.
Video-video hingga narasi soal rekayasa Novel Baswedan pun masih banyak ditemukan di media sosial hingga kini.
Apalagi kini setelah politisi PDI-P Dewi Ambarwati atau Dewi Tanjung melaporkan Novel Baswedan ke Polda Metro Jaya terkait kasus tudingan rekayasa penyiraman air keras.
Dilansir TribunnewsBogor.com dari Youtube CNN Indonesia, Jumat (8/11/2019), berjudul ‘Narasi Novel Baswedan di linimasa’, analis Drone Emprit, Ismail Fahmi mengungkapkan hasil analisanya.
Sang analis mengungkapkan bahwa narasi yang dimunculkan di media sosial itu bertujuan untuk menimbulkan keraguan apakah mata Novel Baswedan itu benar terluka parah atau tidak.
“Itu sebelum kasus sekarang soal rekayasa itu sudah muncul, tapi baru ramai sekarang.
“Ada video ditampilkan, tujuannya menimbulkan keraguan apakah matanya Novel Baswedan itu serius atau tidak,” ungkap Ismail Fahmi.
Terkait orang-orang yang menyebarkan isu Novel Baswedan ini, Ismail Fahmi tidak bisa menyebutkan apakah mereka ini pendukung Jokowi atau penentang Jokowi.
Pasalnya, beberapa akun media sosial itu tidentitasnya masih belum jelas.
“Saya tidak bisa bilang ini terkait pendukung presiden atau tidak. Dari data saya, mereka ini lebih seperti individual saja dari pada influencer, netizen atau buzzer yang mengangkat isu ini,” ucapnya.
Namun berdasarkan hasil analisanya, kondisi mata dan penyerangan yang dialami Novel Baswedan ini merupakan fakta.
Tapi akibat hebohnya narasi di media sosail soal dugaan rekayasa, banyak publik yang terkecoh, sehingga fakta tersebut berubah jadi keraguan.
“Yang saya lihat menariknya, sesuatu yang sudah sangat jelas, bahwa kecelakaan mata Novel Baswedan ini suatu fakta.
Tapi sedemikian rupa, itu bisa saja balik. Bisa saja ditimbulkan persepsi itu sesuatu yang rekayasa, sehingga publik itu susah menerima dan mendapatkan kebenaran,” papar Ismail Fahmi
“Bahwa sesuatu yang sangat jelas, ternyata bisa secara ramai-ramai dibuat tidak jelas, sehingga publik bisa mempunyai pemikiran yang berbeda,” imbuhnya.
Ditambahkan Ismail Fahmi, fenomena ini juga disebabkan terlalu bebasnya masyarakat dalam mengakses media sosial.
Sehingga hal ini pun bisa menjadikan ancaman dalam mendapatkan kebenaran
“Semakin kita bebas bermedia sosial, di situ ada ancaman yaitu publik sulit mendapatkan kebenaran, bahkan mereka mendapatkan informasi yang sebaliknya,” ucap Ismail Fahmi.
Ketika ditanya soal motif rekayasa Novel Baswedan ini seperti bola salju, sang analisis mengungakpakn pendapatnya.
“Saya gak bisa melihat motifnya,” ucap Ismail Fahmi
Meski begitu, sang analis menyebut pemicunya ini didasarkan karena 3 isu.
“Tapi ada 3 isu yang menarik yang bersamaan. Isu pertama soal RAPBD DKI, kemudian terus merembet ke KPK. Kenapa KPK tidak turun tangan. Pada saat yang sama juga, Pak Jokowi memberikan tugas kepada pak Kapolri untuk menyelesaikan masalah Novel Baswedan. Jadi mungkin ini yang diangkat,” paparnya
“Inia da 3 isu yang bersamaan muncul, penyebabnya apa, motifnya apa, saya tidak tahu. Tapi ketiga isu ini memang berhubungan,” tambahnya.
“Apakah semuanya dimulai dari situ?” tanya presenter berita.
“Saya lihat masalahnya dengan RAPBD DKI Jakarta. Ada kecenderungan pengalihan isu dari masalah anggaran DKI,” ucap Ismail Fahmi.
“Tanggal 4 November itu kan ada tayangan dari NET TV. Novel itu kan petinggi KPK, KPK itu ada hubungannya sama petisi soal RAPBD DKI,” tambahnya.
“Saya lihat dari percakapannya, 3 isu ini menggelinjang di diskusi media sosial. Ada beberapa isu yang waktunya bersamaan, kemudian menjadi diskusi dan dialog yang muncul di media sosia,” ujarnya
Padahal, diketahui masalah Novel Baswedan ini sudah lama sejak 2017.
Namun setelah Jokowi mengangkat Kapolri baru untuk mengusut masalah Novel Baswedan, maka kasus ini kembali diungkit.
“Masalah Novel kan sudah lama sekali, menunjukkan keseriusan Pak Predsiden Jokowi, pas pengakatan Kapolri baru juga ada harapan baru. Makanya wartawan mencoba mengangkat,” ucap Ismail Fahmi.
“Kalau analisis dari Drone Emprit narasi negatif untuk Novel Baswedan ini cenderung fitnah ini, datangnya dari mana: Influencer, buzzer atau pure warganet?” tanya sang presenter berita.
“Kalau kita lihat warganet biasa sih tidak. Tapi mereka yang sangat aktif dan vokal di media sosial. Yang pro dan kontra soal KPK.
Selama ini kan ada yang pro pemerintah, ada yang pro oposisi, dari situ yang muncul. Jadi jika saya lihata apakah aad pergerakan yang mengarah ke sana, satya tidak bisa menyimpulkan.
Karena bisa jadi, netizen itu punya pandangan ingin menyampaikan hal yang menarik, kita share nih,” papar Isamil Fahmi
“Jadi belum bisa ditrack apakah ada upaya yang dibentuk untuk pelemahan KPK,” tandas sang presenter berita